Ribuan kilo jalan yang kau tempuh
Lewati rintangan untuk aku anakmu
Ibuku sayang masih terus berjalan
Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah ?
Anda pasti tahu kelanjutan syair lagu diatas, atau setidaknya
pernah mendengar lagu tersebut. Iwan Fals dengan begitu puitis namun
gamblang menggambarkan beratnya kehidupan yang harus dijalani seorang ibu
demi mendidik dan membesarkan buah hatinya, kita !
Mari hadirkan kembali wajah sang ibu dalam bayangan kita, dengan seizin
Allah genangan air mata akan membanjiri kelopak mata yang mungkin sudah
sekian lama kita biarkan tak menyapanya. Kerut di pipinya mengisyaratkan
kelelahan yang sangat, tenaga yang mulai habis dimakan waktu seolah tak
lagi sanggup sekedar mengangkat tubuh rapuhnya. Di bola matanya, nampak
jelas guratan berat kehidupan yang telah dilaluinya. Semua itu,
dilakukannya hanya untuk kita, yang dicintainya.
Cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang masa. Pepatah yang biasa
kita dengar untuk melukiskan betapa kita, anak-anak ibu, tidak akan pernah
sanggup membayar (berapapun dan dengan apapun) cinta yang pernah
diberikannya. Huwaish al Qorni, sahabat Rasulullah, rasa ingin membalas
cinta sang ibu membuatnya rela ingin menggendong ibunya pulang pergi
ibadah haji. Bahkan sahabat lain, dilarang pergi berperang bersama Rasul,
lantaran tidak ada yang mengurus ibunya yang sudah renta. ?rawat dan
layani ibumu,? perintah Rasul kepada pemuda itu.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun?(QS. Lukman:14).
Bahkan dalam ayat lain, begitu tegas Allah menekankan dan mengingatkan
kesusahan ibu saat mengandung serta memerintahkan kita untuk berbuat baik
kepada ibu (QS.Al-Ahqaf:15). Ketika Nabi SAW ditanya tentang siapa yang
paling patut dihormati dan diperlakukan sebaik-baiknya, Nabi menjawab:
?Ibumu?. Dan hal itu diulangnya sampai tiga kali, sebelum ia menyebut
?bapakmu?. Dalam hadits lain yang masyhur, Nabi SAW berkata bahwa सुरगा terletak dibawah telapak kaki kaum ibu.
Dalam perjalanan bersama ibu, perlakuan kasar kerap kita layangkan
kepadanya. ?Uf?, ?ah,? ?cis? menjadi kosa kata yang biasa terlontar dari
mulut kotor ini. Tak pernah kita menghargai keringatnya kala menyiapkan
sarapan dan makan malam. Andai kita tahu, air matanya tak pernah kering di
pertengahan malam, kala ia mengadu kepada Allah perihal anak-anaknya.
Bibirnya tak pernah berhenti berdo?a agar kita menjadi anak yang bisa
dibanggakan. Tak peduli darah menjadi penghias kakinya demi menghantarkan
sang buah hati menggapai cita.
Sekarang, imbalan apa yang diterima ibu dari anak-anak yang mungkin
kinipun sudah beranak. Tidak jarang kesibukan kerja dan keluarga membuat
kita melupakannya. Bahkan mungkin rasa cinta kepada istri dan anak-anak
mengikis habis cinta kepada ibu (tentu cinta kepada Allah dan Rasulullah
diatas segalanya). Tak sedikit waktu kita luangkan sekedar untuk tahu
keadaannya, meski 'handphone' tak pernah lepas dari tangan.
Sekarang, Kita semakin sombong, seolah tak membutuhkannya. Terlebih saat
senang dan berkecukupan. Tak sadar kita, ia begitu ikhlas atas air susu
dan keringatnya.
Begitu banyak masalah kehidupan kita hadapi. Terkadang kita mengeluh,
putus asa, tidak tahan dengan berbagai cobaan yang menerpa. Tak sadar,
semua yang kita alami saat ini sesungguhnya pernah dilalui ibu, dan
berhasil !
Kita terlalu lemah, cengeng dan selalu merasa kalah dalam mengarungi
bahtera hidup. Padahal sering kita memandang sebelah mata ?kekuatan? ibu
yang sudah renta. Tak sadar kita, garis wajahnya jelas-jelas memancarkan
kekuatan teramat dahsyat.
Ia hanya ingin melihat anak-anaknya bahagia, meski ia tidak sebahagia yang
kita bayangkan. Tak sadar, sesungguhnya kita butuh kembali kepadanya,
memandangi keteduhan wajahnya, membelai tangan keriputnya, menciumi
kakinya dan meminta do?anya.
Ingin ku dekat dan menangis dipangkuanmu
Sampai aku tertidur bagai masa kecil dulu
Lalu do'a-do'a baluri sekujur tubuhku
Dengan apa membalas,IBU
0 komentar:
Posting Komentar